Langsung ke konten utama

Kumohon


Malam ini kuhabiskan malam mingguku dengan duduk merenung di pojok tempat tidur kosku yang sempit, sambil tertunduk kupandangi potretmu di ponselku, kian membuat hatiku terhimpit rindu. Kau dalam pose rebahan dan berbantal pada lenganmu sendiri, dengan senyum terbaik kau meluluhlantakkan hati dan perasaanku. Kenapa kau tersenyum, Kasih? Apa kau mengejekku yang dengan mudahnya jatuh cinta padamu? Apa kau menertawaiku secara diam-diam karena setiap malam kukirim kata rindu yang tak pernah kauhiraukan? Aku sungguh merindukanmu, Kasih. Apa kau tahu?
Malam ini aku menangis. Menangisimu yang terus bersikap seolah tak mempedulikanku. Seolah kau sengaja menjauh dariku dengan menciptakan jarak yang sedikit demi sedikit membuatku menderita karena menahan kerinduan konyol yang tak kunjung mendapatkan jawaban.
Kucium fotomu dalam-dalam lalu kubisikkan kata “Jangan pergi menjauh, karena kini aku telah datang mendekat.” Apa kau mengerti maksudnya?
Kau ingat, Kasih? Dulu kau masuk dalam kehidupanku tanpa permisi, tanpa peduli bahwa telah ada orang lain yang lebih dahulu mengisi hatiku. Kau terus hadir membangun cinta baru dalam hatiku, membuat darahku berhenti mengalir, membeku dan menyesakkan napas karena ada dua cinta dalam hatiku. Lalu, tiba-tiba kau menjauh mungkin kau mundur karena aku tak kunjung menjatuhkan pilihan pada siapa sebenarnya hatiku mencinta. Tapi kini, Kasih, aku telah menjatuhkan pilihanku padamu. Telah kusediakan satu-satunya tempat di hatiku hanya untukmu. Ya, aku telah meninggalkan dia demi dirimu. Demi cintamu yang dulu sering kau ucapkan. Maka, Kasih. Kumohon kembali, jangan pergi menjauh. Kumohon, hapuslah jarak yang sempat kau ciptakan di antara kita.
Kasih, kau pasti tahu. Rindu terkadang membuat seseorang menjadi resah. Sering kumenangis membaca percakapan-percakapan kita dulu di salah satu media sosial favorit kita, bukan karena terharu tapi karena rindu. Kini kau tak pernah lagi datang mengganggu malam-malamku. Sering aku kebingungan saat ingin memulai lagi percakapan denganmu. Beberapa kalimat sering kutulis, lalu kuhapus lagi karena bimbang dan takut mengganggumu.
Kasih, dulu kau sering berkata padaku bahwa aku selalu takut mengatakan sesuatu padamu. Itu benar, dan apa kau tahu alasannya? Itu karena aku takut kau tak merespon dengan baik apa yang kukatakan, juga aku takut kau enggan menanggapi apa yang kukatakan. Selain itu, akhir-akhir ini kau sering kali tak menjawab pesanku, lantas bagaimana aku mengatakan padamu apa yang kurasakan? Aku merindukanmu, Kasih. Sungguh! Aku sangat merindukanmu.
Tidakkah kau lihat kesungguhanku mencintaimu? Bukan maksudku ingin kau menghitung seberapa besar pengorbananku untukmu. Aku hanya ingin sekali saja kau tatap mataku, lihat kesungguhan di dalamnya. Aku benar-benar mencintaimu. Bukankah ini yang kau inginkan? Kini kuhadir, tanpa perlu kau minta, tanpa perlu kau cereweti aku lagi tentang perasaanmu seperti dulu. Kumohon kembalilah, kasih! Aku merindukanmu.
Kasih, kumohon! See How Much I LoveYou!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENEBUSAN LUKA

Agni sedang di dapur, memotong sayuran yang akan ia masak untuk makan malam. Memasak pada sore hari,   setelah menidurkan putrinya adalah satu-satunya kegiatan yang menyenangkan. Tenang, sembari menyelami dirinya sendiri, dan merenungkan peristiwa-peristiwa yang sering kali terjadi dalam keluarga kecilnya. Bagi Agni, memasak adalah waktu baginya untuk kembali merasakan dirinya sendiri. Tak jarang ia memasak sembari tersenyum geli mengingat tingkah lucu Dinar, tersipu malu mengingat malam yang panas dengan suaminya, atau menangis karena mengingat   scene  sedih dari film yang semalam ia tonton. Seperti sore ini, ia memasak sambil menangis, dari belakang terlihat punggungnya begitu keras bergetar, menahan agar tangisnya tak menimbulkan suara. Agni menangis, bukan lantaran mengingat   scene  sedih sebuah film. Ia menangis, sebab sudah tiga hari ini suaminya belum pulang, tanpa meninggalkan kabar atau semacamnya. Firasatnya buruk, sangat buruk. Bayangan suaminya yang menepis pelukannya di

When I Miss You

Sabtu, 02 Desember 2015 19.30 Famy, gadis cantik 20 tahun itu terlihat memasuki salah satu kedai kopi paling laris di Bandung yang menjadi saksi cintanya. Saksi susah senangnya, saksi saat cintanya dimulai dan saksi pula saat cintanya berakhir kandas dengan begitu menyedihkan dua tahun yang lalu. Pahitnya kenangan berkombinasi dengan manisnya secangkir capucino selalu menjadi teman setianya mengenang cinta yang tak mungkin dapat ia harapkan lagi. Dua tahun ternyata bukan waktu yang cukup untuk dapat membuat Famy melupakan cinta pertamanya yang bahkan telah hampir terikat sebuah tali pertunangan. Kisah cinta yang telah berjalan tiga tahun lamanya harus berakhir dengan sangat menyedihkan. Oh tidak, lebih tepatnya Famy sendiri yang merasakan kesedihan itu. Nanti pasti kau sesali keputusan dirimu meninggalkan aku Lagu Fredy yang berjudul Nanti mengalun seakan menyambut kedatangan Famy di kedai kopi tersebut. Lagu yang sekali lagi mengikatnya untuk tetap mengenang kebersama