Langsung ke konten utama

Lelaki Asing

Kali ini aku ingin berbagi sebuah pengalaman. Sebenarnya sudah terjadi hampir seminggu yang lalu tepatnya pada hari Kamis pukul 19.00 ketika aku hendak pergi ke tempat biasa aku berlatih teater bersama teman-teman kesenian di Universitas tempatku kuliah.
Malam itu tak seperti biasanya, aku berangkat sendiri ke tempat latihan, temanku tak bisa menjemput karena ada kepentingan, katanya. Karena malas membawa sepeda miniku, terlebih karena telah kumasukkan ke dalam kosan, aku pun memutuskan berjalan kaki mungkin lebih baik, karena letak tempat latihanku juga tak begitu jauh dari kosan.
Aku berjalan saja melewati tempat yang memang sedikit gelap melewati depan gedung Fakultas Kedokteran Gigi, aku berjalan tanpa rasa khawatir sampai sebuah sepeda melewatiku. Kulihat sepintas pengendara sepeda itu melihat ke arahku namun terus melajukan sepedanya namun dengan kecepatan yang semakin pelan. Awalnya kupikir dia salah satu temanku di tempat latihan yang kukenal bernama R, terlintas dipikiranku semoga jika dia benar temanku dia akan berbalik dan mengajakku berangkat bersama. Ternyata benar dia berbalik, aku pun semakin yakin bahwa dia adalah temanku.
Namun, nyatanya salah. Setelah lelaki itu menghentikan sepedanya di dekatku yang kulihat justru wajah asing. Lelaki dengan wajah yang yaa, bisa kubilang tampan, dengan tas di belakang, dan helm yang ia kenakan bisa kupastikan lelaki ini akan pulang kampung, karena memang keesokan harinya ada hari libur.
Alih-alih, dia menghentikan sepedanya di sebelahku dan menawarkan untuk mengantarku sampai depan.
"Mari mbak, saya antar." Katanya setelah menghentikan sepedanya.
"Hahh ?" Mungkin karena terlalu kaget dan panik, hanya kata itu yang kuucapkan dengan ekspresi wajah begitu panik.
"Iya. Mbk mau ke depan, kan? biar saya antar daripada jalan kaki sendirian. Apa lagi jelanannya gelap." Katanya kembali menawarkanku tumpangan, aku yang masih sangat kaget dan tak yakin dengan lelaki ini pun hanya terbengong-bengong di tempat.
"Ayo, mbak!" Katanya lagi. Kupikir, sepertinya lelaki ini tulus menawarkan tumpangan, buktinya dia tak terlihat membentakku seperti seorang begal. Akhirnya aku menerima tawarannya. Namun begitu, aku yang masih sangat tak, hanya diam membisu di belakang lelaki ini yang sedang mengemudi.
"Saya turun di lapangan basket saja, Mas." Hanya itu kalimat yang mampu kuucapkan, setelah itu aku kembali diam.
"Iya, mbak." Jawabnya halus.
Setelas sampai di tempat latihan, aku segera turun.
"Sekali lagi makasi banyak ya, mas." Ujarku sebelum dia pergi.
"Iya mbk. Sama-sama." Jawabnya sambil tersenyum sangat ramah lalu kembali melajukan sepedanya ke arah jalan Kalimantan.
Aku masuk ke tempat latihan masih dengan perasaan bingung. Sampai di sana aku menceritakan hal yang baru saja terjadi padaku, temanku malah tertawa meski juga merasa aneh ada lelaki seperti itu. Ketika temanku menanyakan siapa namanya, aku baru ingat. Aku bahkan tak sempat menanyakan namanya siapa.
"Semoga nanti ketemu lagi dengan cara tak terduga seperti tadi, semoga kita bisa berkenalan." kataku dalam hati, lalu tersenyum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENEBUSAN LUKA

Agni sedang di dapur, memotong sayuran yang akan ia masak untuk makan malam. Memasak pada sore hari,   setelah menidurkan putrinya adalah satu-satunya kegiatan yang menyenangkan. Tenang, sembari menyelami dirinya sendiri, dan merenungkan peristiwa-peristiwa yang sering kali terjadi dalam keluarga kecilnya. Bagi Agni, memasak adalah waktu baginya untuk kembali merasakan dirinya sendiri. Tak jarang ia memasak sembari tersenyum geli mengingat tingkah lucu Dinar, tersipu malu mengingat malam yang panas dengan suaminya, atau menangis karena mengingat   scene  sedih dari film yang semalam ia tonton. Seperti sore ini, ia memasak sambil menangis, dari belakang terlihat punggungnya begitu keras bergetar, menahan agar tangisnya tak menimbulkan suara. Agni menangis, bukan lantaran mengingat   scene  sedih sebuah film. Ia menangis, sebab sudah tiga hari ini suaminya belum pulang, tanpa meninggalkan kabar atau semacamnya. Firasatnya buruk, sangat buruk. Bayangan suaminya yang menepis pelukannya di

Perempuan Tak Setia

“Terima kasih untuk kesabaranmu yang luar biasa, mendampingiku dalam 35 tahun usia pernikahan, dan 3 tahun untuk waktu saling mengenal di masa muda kita.” Bisik Ode di telinga istrinya, saat mereka sedang menikmati momen berdansa diiringi lagu klasik Lovesick Blues di ruang makan rumah mereka. Lilin di meja makan mereka tinggal setengah, lelehannya membentuk lahar yang terlihat manis sekali. Sendok garpu telah bersilang menghadap piring kosong di bawah mereka, artinya makan malam telah selesai dilakukan. Misa menjawab dengan senyum, matanya menatap hangat mata Ode, dan tangannya semakin posesif di leher suaminya. Detik berikutnya, Misa menempelkan telinga kanannya di dada Ode, menikmati detak mereka berdua yang semakin tua semakin melemah dengan tempo yang tetap sama. Misa memejamkan matanya, dia mengingat sebuah kebodohan dalam hidupnya, sebuah kejahatan yang dilakukan hatinya kepada Ode, dia menangis diam-diam malam itu. … Sepagi buta jam 2 pagi, Misa telah berisik, sebagian lam

When I Miss You

Sabtu, 02 Desember 2015 19.30 Famy, gadis cantik 20 tahun itu terlihat memasuki salah satu kedai kopi paling laris di Bandung yang menjadi saksi cintanya. Saksi susah senangnya, saksi saat cintanya dimulai dan saksi pula saat cintanya berakhir kandas dengan begitu menyedihkan dua tahun yang lalu. Pahitnya kenangan berkombinasi dengan manisnya secangkir capucino selalu menjadi teman setianya mengenang cinta yang tak mungkin dapat ia harapkan lagi. Dua tahun ternyata bukan waktu yang cukup untuk dapat membuat Famy melupakan cinta pertamanya yang bahkan telah hampir terikat sebuah tali pertunangan. Kisah cinta yang telah berjalan tiga tahun lamanya harus berakhir dengan sangat menyedihkan. Oh tidak, lebih tepatnya Famy sendiri yang merasakan kesedihan itu. Nanti pasti kau sesali keputusan dirimu meninggalkan aku Lagu Fredy yang berjudul Nanti mengalun seakan menyambut kedatangan Famy di kedai kopi tersebut. Lagu yang sekali lagi mengikatnya untuk tetap mengenang kebersama